Laporan Bacaan 8

LAPORAN BACAAN

OLEH: RAHANETA DEWI

(11901068)

 

Identitas Buku

Judul       : Pengantar Kurikuum

Penulis    : Arif Munandar, M,Pd.

Penerbit  : CV. Budi Utomo

Tebal      : 227 Halaman

 

I.                   PENDAHULUAN

 

Buku yang dilaporkan adalah buku yang berjudul Pengantar Kurikulum yang ditulis oleh Arif Munandar, M,Pd. Buku ini diterbitkan pada tahun 2018 dan dicetak di Yogyakarta. Oleh penerbit CV. Budi Utomo dengan tebal 227 halaman.

 

II.                LAPORAN BAGIAN BUKU

 

Buku yang dilaporkan adalah buku yang berjudul Mudah Menyusun Perangkat Pembelajaran yang ditulis oleh Pengantar Kurikulum yang ditulis oleh Arif Munandar, M,Pd. Buku ini diterbitkan pada tahun 2018 dan dicetak di Yogyakarta. Oleh penerbit CV. Budi Utomo dengan tebal 227 halaman. Disusun dengan komposisi materi yang sesuai dengan kebutuhan pengetahuan dalam proses menyusun perangkat pembelajaran dengan melakukan serangkaian kegiatan yang sistematis dalam mengoptimalkan pembelajaran pada bidang perangkat pembelajaran.

 

III.             LAPORAN ISI BUKU

Dalam buku ini saya banyak mendapatkan pengetahuan tentang kurikulum. Seperti Pengembangan kurikulum cukup radikal di dunia pendidikan Indonesia ini, yang mencerminkan pengaruh dan tekanan yang berbeda, yang berasal dari pemerintah, pendidik, orang tua, serta dari anak didik itu sendiri. Perubahan itu mencerminkan pada di mana dan kapan tempat terjadinya Pendidikan dan Pelatihan. Masalah seperti ini cukup kompleks dan mendasar, karena terdapat berbagai pendapat yang bertentangan antara satu sama lain tentang tujuan pendidikan yang harus di Abdi oleh pendidikan. Pendidikan merupakan proses segala sesuatu yang akan membentuk pola pikir anak didik yang bertanya tentang pengetahuan yang dirinya miliki, pengetahuan apa yang harus dimiliki oleh diri, siapa yang akan memberi pengetahuan yang akan dimiliki oleh diri, serta Bagaimana cara mendapatkan pengetahuan itu sendiri. Dari rasa ketidaktahuan atau ketidak millikan pengetahuan itu, menjadi anak didik yang memiliki pengetahuan. Dalam hal ini anak didik diharapkan dapat bermanfaat untuk diri, masyarakat, bangsa, dan negara. Melalui itu, proses pencetakan anak didik yang ideal Dengan difasilitasi oleh segenap pendidik yang memiliki dan memahami tentang kompetensi kompetensi (keharusan) dimiliki oleh seorang pendidik dalam rangka mewujudkan anak didik yang Paripurna sesuai dengan amanat undang-undang nomor 20 tahun 2003.

Disamping itu, semua orang sibuk dengan kehebohan peringkat sekolah, secara bersama pendidik dan orangtua (masyarakat) meyakinkan pemerintah untuk mempertimbangkan situasi sekolah (di mana sekolah itu berdiri). Haruskah penilaian dalam bentuk apapun digunakan hanya untuk mengindikasikan Sekolah mana yang kinerjanya nya paling bagus atau visi utamanya memberikan feedback tentang kemajuan anak didik? Perlu sekiranya untuk diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar mengajar (proses pembelajaran) yaitu:

1. Kualitas Pendidik, pendidik menurut undang-undang merupakan yang berkualifikasi sebagai guru dosen atau sebutan lain (Pamong belajar, konselor) yang ikut serta dan bertanggung jawab dan gerakan penyelenggaraan pendidikan (transfer ilmu).

2. Anak didik, dua aspek yang mempengaruhi perkembangan kepribadian anak didik. Pertama, latar belakang, yang mencakup keluarga yang bagaimana anak didik dilahirkan, dan dari lingkungan Seperti apa tempat dia tinggal. Kedua, aspek sifat, meliputi kemampuan dasar ( knowleadge )anak didik dan sikap anak didik, Karena setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda.

3. Sarana dan prasarana, semisal: media pembelajaran, alat alat pembelajaran, dan lain sebagainya.

4. Lingkungan, baik lingkungan sekolah (banyak dan sedikitnya peserta didik dalam ruangan kelas, serta kompetensi yang dimiliki oleh teman dalam kelas), maupun lingkungan tempat bermain, dan lingkungan dalam rumah (orang tua).

Sebelum ditarik benang merah kebijakan putusan pendidikan dalam hal membuat sekolah lebih baik, pemerintah mesti memperhatikan daya tarik untuk orang tua anak didik yang memang menginginkan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Saya kira kita terjerumus masuk dalam konsep ketidaksiapan anak didik dari segi mengembangkan keterampilan, kompetensi, dan kualitas yang dibutuhkan dunia kerja yang lebih luas atau pendidikan lanjutan. Menurut saya kerjasama dan kompetensi yang sehat tidak akan dapat duduk bersama (apalagi berdampingan) tanpa ada kenyamanan anak didik dalam ruangan kelas (class room). Semestinya pendidik harus lebih banyak berhadapan dengan tugas-tugas penelitian, analisis, pemecahan masalah, dan pengembangan dari pemecahan masalah itu sendiri, selain daripada mendidik dan membimbing serta Membina dan menjaga hubungan dengan masyarakat.

Secara universal pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan undang-undang Dasar Republik Indonesia UUD RI 1945 jika dilirik pendidikan lama mempunyai kelemahan, yakini membuat perbandingan yang tidak pantas antara ketidakmatangan anak didik dengan kematangan orang dewasa, dan ingin mengenyahkan ketidakmatangan itu secepat mungkin dan sebanyak-banyaknya, tidak melihat bahaya pendidikan baru terletak pada anggapannya bahwa daya daya dan minat minat anak didik saat ini adalah sesuatu yang sudah final, meski sebenarnya secara mendasar kegiatan belajar anak dan prestasi anak, cair dan mengalir dari hari ke hari terus berubah hingga jam ke jam (John Dewey, 2012:229).

Dalam BAB XIII tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 31 ayat 4 menyatakan memprioritaskan sekurang-kurangnya 20% anggaran pendidikan yang diambil dari anggaran pendapatan dan belanja daerah dalam rangka memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, kemudian pasal 5 dan 3 pemerintah mengusahakan, memajukan, menyelenggarakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama keimanan, ketakwaan, akhlak mulia dan persatuan untuk peradaban manusia serta kesejahteraan umat manusia, dan pasal 1 dan 2 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak dan wajib mengikuti sekolah dasar, dan pemerintah wajib membiayainya (__, 2010:43). Upaya pendidik dalam mencetak manusia yang ideal sangat diharapkan, yaitu yang mampu menjawab dinamika sosial dan hilangnya budaya yang sarat akan nilai. Tidak mengesampingkan, bahwa westernisasi dan globalisasi selalu menjadi bahan pembicaraan kaum intelek dan para pencerdas atau pemerhati moral. Seperti yang kita ketahui pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh pendidik terhadap anak didiknya agar anak didiknya secara aktif mengembangkan potensi yang dimiliki oleh dirinya untuk memiliki kekuatan intelektual, spiritual keagamaan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh diri( _self ), masyarakat, bangsa dan negara atau menciptakan manusia Paripurna (Insan Kamil). Apakah ini manusia Paripurna sebagaimana para pejabat negara melakukan korupsi saling menyalahkan dalam topeng amal ma'ruf sesungguhnya menjalankan nahimunkar. Kita hanya ingin agar masyarakat mendapat haknya terlebih dahulu, dan pendidik mengajarkan kepada anak didik mereka bagaimana membaca, menulis, menjumlah, beserta sikap hormat dan disiplin serta mengetahui perbedaan antara yang haq dan bathil.

Penting bagi pendidik bahwa ilmu (science), pengetahuan (Knowleadge) dan keterampilan merupakan aset kunci Agar suatu sekolah atau lembaga memiliki keunggulan kompetitif yang kontinyu (Paul L. Tobing, 2007-24). Yang kompetensi-kompetensi itu akan membantu pendidik untuk menguasai materi ajar dan tanggung jawab diri ( self akuntability)sebagai pendidik. Esensinya Setiap anak didik terlahir seperti kertas putih yang masih kosong (tabularasa) dan tinggal Bagaimana cara kita untuk mendidik dan mengenal untuk mengarahkan. Jangan hanya alam yang diandalkan dalam mengembangkan kemampuan atau keterampilan anak didik (karena alam tak akan mengubahnya), pengembangan kemampuan anak didik juga harus direncanakan dan apa yang direncanakan tersebut harus dilaksanakan di sekolah-sekolah. Memang, bagaimana pun pengembangan kurikulum perlu dilakukan agar nantinya tujuan dan sasaran yang disepakati itu (currikulum) dapat dievaluasi terhadap keluaran-keluaran berikutnya, karena kurikulum harus mengikuti perkembangan dan kemajuan zaman.

Dalam UGD undang-undang guru dan dosen kompetensi kompetensi yang wajib dimiliki oleh pendidik di antaranya adalah:

1. Kepribadian, yang merupakan kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, Arif, dan berwibawa, berakhlak mulia, yang kemudian akan menjadi teladan untuk anak didiknya;

2. Profesional, yang merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan mendidik anak didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan;

3. Pedagogik, yang merupakan kemampuan pendidik dalam mengelola pembelajaran anak didik yang meliputi pemahaman terhadap anak didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan anak didik yang mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki oleh anak didik kita sendiri;

4. Sosial, merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan anak didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali anak didik, dan masyarakat lingkungannya (__, 2012: 11).

Berangkat dari itu UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bab 11 pasal 39 dan 40 sebagai faktor pendukung pendidik juga merupakan tenaga proses pembelajaran, menilai hasil pelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis serta memiliki komitmen secara profesional dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan menjadi Uswatun Hasanah dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diamanatkan kepadanya (__, 2011:31).

Kurikulum merupakan sebuah peta yang kemudian dijadikan Kompas dalam proses belajar mengajar terlepas dari Bagaimana cara pendidik mengajar namun tidak dikesampingkan bahwa kurikulum merupakan langkah konkrit dalam membentuk watak dan sikap anak didik. Untuk itu hendaklah ada segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran, segolongan umat yang dimaksud adalah bahwa pendidik yang memiliki hak Veto/hak prerogatif mendidik bukan hanya pada tataran tenaga kependidikan, namun juga adalah semua yang memiliki perhatian terhadap Attitude, aptitude, dan behavioris anak didik (generasi). Perkembangan iman dan ketakwaan anak didik merupakan tanggung jawab bersama dalam rangka menciptakan Insan Indonesia yang pancasilais dan memiliki kemauan mengindonesiakan Indonesia dalam artian cinta dan menghargai akan keragaman budaya dan bahasa Jangan memikirkan mencerdaskan kehidupan bangsa hanya pada di mana seorang pemimpin itu berasal atau dia tinggal. Maka negara juga harus memikirkan Bagaimana keberadaan sarana dan prasarana pendidikan di daerah 3T (Tertinggal, terluar, terpinggir), karena bumi Pancasila ini tidak hanya dimiliki oleh segelintir orang atau kelompok, tapi dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia yang rindu akan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemerdekaan dalam belajar anak didik merupakan langkah konkrit agar anak didik bisa menentukan sikap dan tujuannya,

Disamping itu pendidikan secara benar dan jeli menelaah kurikulum bukan kurikulum rekayasa karena kurikulum merupakan jantungnya pendidikan, ketika pendidik tidak bisa menerapkan kurikulum sesuai dengan karakter dan sikap anak didik, maka tidak heran jika pendidikan untuk abad-abad selanjutnya akan melahirkan anak didik (generasi) yang bingung (Dilema) dan manusia hasil rekayasa. Para pendidik pun dilatih dan dikembangkan agar tidak menyebarkan buah pikiran yang bertentangan dengan moral atau melanggar undang-undang pendidikan dengan harapan Insan pendidikan dapat memahami masalah masalah kemanusiaan secara holistik. Dalam dunia pendidikan istilah kurikulum telah dikenal sejak kurang lebih 1 abad yang lampau. Dalam kamus Webster pada tahun 1856, istilah kurikulum digunakan untuk pertama kalinya. Pada waktu itu, kurikulum dipakai dalam bidang olahraga. Ada pula yang berpendapat bahwa tanggal dan tahun yang pasti tentang awal Penggunaan istilah kurikulum sukar dilacak. Tetapi perkiraan istilah ini telah dipergunakan semenjak tahun 1890, pada tahun itu, di Amerika Serikat diadakan pertemuan komisi utama pendidikan yang membahas pengorganisasian kembali pendidikan yang memperdebatkan perihal kurikulum (Afifudin, 2013: 131).

Di Indonesia pada tahun 1854 gubernur jenderal Eerens diinstruksikan meluaskan pendidikan bagi pribumi, Akan tetapi karena konsekuensi finansialnya pendidikan hanya dibatasi untuk anak-anak priyayi sehingga menjauh dari pendidikan pribumi. Peraturan pertama mengenai pendidikan dikeluarkan tahun 1871 yang memberikan uraian yang panjang lebar tentang Kurikulum Pendidikan pendidik. Peraturan 1871 segera diganti dengan keputusan 1885 yang mengurangi biaya pendidikan dan menyederhanakan kurikulum, karena perkembangan pesat sesudah 1863 waktu ekonomi membubung tinggi di bawah menteri liberal Van De putte, segera terhenti setelah depresi ekonomi 1885. Sekolah rendah sebelum 1892 tidak mempunyai kurikulum yang uniform. Walaupun dalam aturan 1871 ada petunjuk yang menentukan kegiatan sekolah. Ada empat mata pelajaran yang diharuskan kala itu yakini: membaca, menulis, bahasa (bahasa daerah/bahasa Melayu), dan berhitung, dan statuta tahun 1874 menyatakan bahwa semua pelajaran agama dilarang di sekolah (Nasution, 2001: 37).

Kurikulum sebagai ideologi pendidikan adalah arah jalannya, atau gagasan yang dijadikan sebagai pedoman dalam memajukan pendidikan titik kurikulum merupakan bagian integral dalam pendidikan yang mengandung ruang lingkup yang sangat luas. Konsep ini bukan hanya mencakup kegiatan mempelajari dasar-dasarnya, tetapi juga menelaah kurikulum yang dikembangkan dan dilaksanakan pada semua jenjang pendidikan. Disamping itu pokok pembahasan dalam kurikulum, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum. Perencanaan dan pengembangan merupakan hal yang integral, karena dalam konsep ini akan dipelajari perencanaan dan pengembangan selanjutnya. Penting mendapat perhatian, karena terkait erat dengan faktor faktor mendasar, peran berbagai pihak dan cara pengembangan, sehingga menjadi suatu proses keseluruhan dan proses pengembangan kurikulum. Pelaksanaan, bidang ini erat kaitannya dengan kata pelaksanaan kurikulum di sekolah atau lembaga pendidikan dan latihan, serta peran kepala sekolah dan guru mendapat sorotan yang tajam. Evaluasi, perbaikan kurikulum merupakan upaya membina relevansi pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan yang harus sejalan dengan perkembangan pola masyarakat secara menyeluruh dan mendasar, hingga pada esensinya akan mewujudkan atau dikembangkan kurikulum yang lebih baik dari sebelumnya.

Para pemikir pendidikan tidak boleh memikirkan pengembangan kurikulum sebagai proyek memperkaya diri, kurikulum merupakan tongkat pendidikan, tanpa kurikulum pengetahuan yang dibutuhkan oleh diri anak didik atau dalam pengertian luasnya masyarakat tidak akan terealisasi. Negara ini adalah negara demokrasi, maka tidak mungkin Joko Widodo terus yang akan menjadi presiden. Dengan demikian perlu dilihat kemudian diamati Apa yang dibutuhkan bangsa yang kemudian diberikan kepada anak didik dalam memajukan harkat dan martabat bangsa, karena pendidikan merupakan suatu lembaga yang konstruktif untuk memperbaiki masyarakat. Pendidikan tidak mempunyai tujuan, hanya para pengambil kebijakan (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), pendidik, orang tua, dan masyarakat yang memiliki tujuan titik berangkat dari itu, dalam rangka mengembangkan kurikulum ada aliran-aliran yang mendasari dan melandasi terbentuknya anak didik yang paripurna.

Menurut Galatthorn perkembangan kurikulum dapat dibagi dalam enam aliran-aliran, yaitu: saintisme akademik (academic Scientism), fungsionalisme progresif (Progressive functionalism), konformisme perkembangan (development conformism), strukturalisme (scholarly structuralism), radikalisme romantik (romantic radicalism), dan konservatisme privatisrik (privatic conservatism) (Achasius Kaber, 1988:22). 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Bacaan 6

Laporan Bacaan 2

LAPORAN BACAAN 7